Rian Siswi UN Tertinggi Bersepeda 3 Km Tiap Hari Dan Uang Sakunya Rp 2 Ribu/hari




“Semoga menjadi pemimpin, menjadi tokoh atau menjadi diplomat nanti ya karena bahasa Inggrisnya baik,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam percakapan telepon dengan Fitrian Dwi Rahayu, siswi berperstasi dari SMPN 1 Karanganyar, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, yang menorehkan prestasi di tingkat nasional sebagai siswi dengan nilai tertinggi Ujian Nasional (UN) 2010 dengan rata-rata 9,95.

Ia menjadi salah satu pelajar berprestasi di tingkat nasional dalam nilai UN yang ditelpon langsung oleh presiden. Prestasi Rian, nama panggilan anak dari pasangan Cipto Raharjo (51) dan Sukarni Mugi Rahayu (43) tentu sangat membanggakan keluarga, sekolah dan juga daerah. Dari sebuah pelosok di Desa Jatiluhur Rt 4/Rw 1, Kecamatan Karanganyar, sebuah kota kecil di barat Kebumen sebelum Gombong, mampu menorehkan prestasi nasional mengalahkan siswa-siswi peserta UN dari perkotaan, dengan fasilitas yang pasti lebih baik. Ini bisa menjadi inspirasi buat guru, pengelola pendidikan dan stakeholder pendidikan lainnya, kalau perstasi tidak mesti harus ditunjang dengan fasilitas mewah dan super lengkap.

Kebanggaan daerah, dalam hal ini Pemkab Kebumen, ditunjukkan dengan pemberian ‘bonus’ Rp. 2 juta yang diserahkan oleh Bupati Nashiruddin. Plus hadiah Rp. 500 ribu dari sebuah operator seluler. Ya dari Karanganyar, Rian telah melambungkan nama Kebumen ke tingkat nasional dalam pendidikan, sampai Presiden SBY menelepon langsung Rian dan menjadi berita nasional baik cetak maupun elektronik dan tentu saja digital.

Rian suka naik sepeda ke sekolahnya yang berjarak 3 km dari rumahnya. Sebuah sepeda mini warna biru tua dengan cat yang sudah kelihatan kusam. Kegemarannya membaca rupanya yang menjadikan dia berprestasi. Di rumahnya, ruang tamu berfungsi sekaligus sebagai perspustakaan umum “Gemati” Kelurahan Jatilihur, dimana orang tua Rian menjadi pengelolalanya. Rian juga membantu orang tuanya ini melayani peminjaman dan pengembalian buku di perpustakaan desa yang mengoleksi sekitar 3000 buku itu, yang berdiri sejak 26 Februari 1996 itu.

“Keakraban’ dengan buku inilah yang menjadi salah satu ‘kiat’ yang menjadikan dia mendapat nilai Bahasa Indonesia 10, IPA 10, Matematika 10, dan Bahasa Inggeris 9,8. Nilai yang nyaris sempurna, bahkan bisa dikatakan sempurna, mengingat Bahasa Inggris adalah bahasa asing.

Rian yang lahir pada 26 Pebruari 1996 di sela membantu ‘menjaga’ perpustakaan untuk melayani pengunjung tentu saja menyempatkan membaca koleksi buku di situ. Ia tidak memilih-milih buku yang dibacanya. Novel pun dia suka, termasuk trilogy Laskar Pelangi yang telah tuntas dibacanya. Mungkin saja inspirasi dari Laskar Pelangi telah merasuk dalam kesadarannya, untuk meraih prestasi yang tinggi.

Tapi Rian juga bukan siswi bertipe kutubuku, yang menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar. Alokasi waktu untuk bermain tetaplah ada. Bisa dibilang Rian tetaplah remaja putri yang ikut trend, misalnya ia suka bermain HP, ikut jejaring sosial facebook, dan juga bermain gitar.

Yang menarik, Rian menurut penuturan ayahnya lebih suka belajar di pagi hari. Ia sering minta dibangunkan pukul 04.00 dini hari. Sebuah pilihan waktu belajar yang pas, dimana suasana pagi masih hening, dan pikiran masih fresh karena telah beristirahat tidur.

Rian pun selain belajar, juga masih suka membantu orang tuanya mencuci piring, membersihkan rumah atau menyiram bunga di halaman. Berapa uang sakunya? Rp 2 ribu per hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar