Jepang
Merupakan negara maju terbesar di Asia. Tidak hanya maju secara
ekonomi, tapi juga memiliki kemajuan di bidang teknologi, pendidikan,
serta Informasi.
Namun disamping itu Jepang mengalami kemunduran di bidang sosial sebagai imbalan akan kemajuannya. Berbagai penyakit Psikologis
menghantui masyaratat Jepang karena tingkat stress yang semakin tinggi.
Bagi warga yang tidak bisa bertahan, mereka akan mengambil jalan pintas
dengan mengahkiri hidupnya sendiri dengan anggapan semakin cepat mereka
lepas dari tekanan. Selain itu Kemajuan juga mengubah cara bergaul di
masyarakat. Penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah, serta
pergaulan yang tanpa batas. Bagi korban penindasan, mereka akan menjadi
orang yang pendiam tapi tetap terjun di masyarakat atau malah mengahkiri
hidupnya. Selain itu juga terdapat orang yang ahkirnya menarik diri
dari Pergaulan, orang-orang tersebut dijuluki Hikikomori.
Hikikomori
berasal dari kata menarik diri. Kebanyakan hikikomori adalah laki-laki,
walau ada juga yang perempuan. Faktor penyebab nya tidak begitu jelas,
Namun kebanyakan publik menyalahkan faktor keluarga, dimana hilangnya
figur seorang ayah karena bekerja dari pagi hingga larut malam hingga
tidak sempat melakukan interaksi dengan anaknya, serta ibu yang dianggap
terlalu memanjakan anaknya (mungkin karena jumlah anak yang dimiliki
keluarga Jepang itu sedikit). Tekanan akademik di sekolah, pelecehan di
sekolah (school bullying), dan video game di Jepang yang luar biasa
menggoda. Mungkin bisa di bilang mereka menarik diri dari tekanan
kompetisi pelajar, pelaku ekonomi atau pekerja di negara yang luar biasa
kompetisi-nya. Jumlah pastinya tidak diketahui pasti, ada yang
menghitung sekitar 1 persen dari populasi. Ini berarti sekitar 1 juta
orang Jepang hikikomori. Hitungan yang lebih konservatif berkisar antara
100 ribu dan 320 ribu orang yang hikikomori. Mereka biasanya berusia
13-14 tahun, walau kadang ada orang yang menjadi hikikomori bahkan lebih
dari 10tahun.
Mungkin orang akan menganggap hikikomori itu sama dengan otaku. Namun
sebenarnya berbeda. otaku adalah orang yang memiliki minat atau hobi
yang berlebihan sehingga mereka mengabaikan kegiatan yang lain, tapi
mereka masih berinteraksi dengan keluarga atau tenyan di dunia nyata.
Seperti penggemar komik yang berlebihan, atau orang yang suka dengan
model kit secara berlebihan. Namun semua hikikomori itu otaku, karena
pelarian dari beban mereka adalah dengan memfokuskan diri pada hal yang
mereka sukai agar mereka tidak teringat akan sakitnya pergaulan sosial
itu.
YAng mereka lakukan? tentu saja hanya diam dikamar dan bergulat dengan
dunia maya, menonton anime, baca manga, bahkan terkadang aktivitas makan
dan buang air kecil dilakukan dikamar. Walau tidak punya kamar mandi
mereka akan menampunya di plastik atau botol.
Lantas bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhannya. biasanya hikikomori
akan keluar sebulan sekali untuk membeli perlengkapan "mengurung
diri"nya, mereka tetap mendapat uang dari orangtua, bahkan terkadang
mereka memaksa orangtua untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal
yang terekstri adalah ada juga hikikomori yang menculik gadis kecil
untuk "disimpan" sebagai "teman" di kamarnya. mereka mungkin akan
melepaskan gadis tersebut klo mereka ingin, atau gadis itu harus mencari
jalan keluarnya sendiri, atau dia tidak akan pernah bisa keluar lagi.
Tekanan disekolah sedikit banyak juga berpengaruh, misalnya karena
pribadi itu terlalu gemuk, atau kurus, memiliki bentuk fisik yang
berbeda dari yang lainnya seperti tinggi badan, atau karena dia memiliki
kelebihan lain. Ada tulisan yang nyatakan bahwa ada hikikomori yang
sebenarnya anak berbakat dalam bidang olahraga namun tidak memiliki
kesempatan untuk menunjukkannya disekolah. Seperti pepatah jepang, paku
yang menonjol akan dipalu untuk menjadi seragam. Di jepang, keseragaman
adalah utama, penampilan dan respek (postur tubuh atau muka) adalah
penting, maka pemberontakan akan kompetisi dilakukan dengan menarik
diri.
Semakin tua seseorang hikikomori, semakin kecil kemungkinan dia bisa
berkompeten di dunia luarnya. Bila setahun lebih hikikomori, ada
kemungkinan dia tidak bisa kembali normal lagi untuk bekerja atau
membangun relasi sosial dalam waktu lama, menikah misalnya. Beberapa
tidak akan pernah meninggalkan rumah orang tuanya. Pada banyak kasus,
saat orang tuanya meninggal atau pensiun akan menimbulkan masalah karena
mereka tanpa kemampuan kerja dan sosial minimal – bahkan untuk
membicarakan masalahnya dengan orang lain atau kantor pemerintah.
Hikikomori memang salah satu masalah bagi Jepang, setelah lebih
dari satu dekade sebelumya menikmati kemajuan ekonomi yang luar biasa.
Beberapa dekade terakhir ini, negara jepang masih bergulat mengembalikan
kejayaan ekonominya walau masih jauh dari puncak sebelumnya. Akibatnya
banyak lowongan kerja penuh waktu atau salariman (yang menerima gaji
tetap tiap bulan dan akan menikmati uang pensiun) menjadi hal yang sulit
di dapat. Walau pekerjaan paruh waktu tetap banyak, tetapi kemapanan
bekerja di satu perusahaan dengan gaji tetap tiap bulan dan menikmati
keamanan uang pensiun merupakan angan-angan sebagian besar pekerja di
Jepang. Satu sebab lainnya adalah kultur gender, dimana anak laki-laki
mendapat tekanan untuk sukses di bidang akademik dan pekerjaan dibanding
anak perempuan. Seperti biasa, sekolah dari pagi hingga sore kemudian
dilanjutkan dengan sekolah private untuk persiapan masuk universitas
hampir selama tujuh hari seminggu . Karena hanya dengan masuk
universitas bergengsi (Universitas Tokyo, misalnya), mereka bisa di
rekrut masuk dalam kelas pekerja tetap dan menikmati pensiun. Sisanya
bekerja di pekerjaan paruh waktu atau tanpa pekerjaan sama sekali, yang
tidak memberikan keamanan finansial yang tetap.
Dimana pada satu titik, beberapa merasa masa bodoh dengan tekanan ini,
keluar dari jalur kompetisi dan menutup dirinya – hikikomori. Alhasil
ada sekelompok pemuda yang tidak bisa dan tidak akan ikut dalam kelas
pekerja Jepang – yang terkenal pekerja keras itu.
Walau para hikikomori tidak memiliki teman di dunia nyata tapi mereka
memiliki jaringan para hikikomori didunia maya. Kegiatannya? tentu saja
berbagi informasi tentang game yang baru release, atau ada anime baru,
atau tentang artis cantik yang menjadi idola remaja. dan mereka
berinteraksi tanpa pernah bertemu satu sama lain.
Mungkin Fenomena ini belum banyak ada di Indonesia, namun kita perlu
mewaspadainya mulai dari sekarang. Menjaga interaksi yangbaik dengan
keluarga juga merupakan usaha pencegahan, keterbukaan satu sama lain,
support, serta mau mendengarkan merupakanbantuan yang tepat bagi orang
terutama dalam keluarga kita supaya mereka tidak semakin tertekan hingga
ahkirnya terjerumus ke hal-hal negatif.
via http://www.apasih.com/2012/07/hikikomori-fenomena-penyakit-sosial-di.html
ha ha. mantab men
BalasHapusDuh, jangan sampai terjadi di Indonesia. Kan lowongan kerja masih banyak loh....
BalasHapus