Tak berapa lama
setelah komputer digital pertama, Colossus (1943) dan ENIAC (Electronic
Numerical Integrator And Computer , 1945) dibangun, ukuran komputer
semakin kecil dengan kecepatan yang meningkat dramatis secara
eksponensial, apalagi setelah ditemukannya IC (Integrated Circuit) pada
tahun 1960-an. Mikroprosesor akhirnya menjadi kenyataan dengan
digunakannya material semikonduktor. Kini, para ahli sedang meneliti
pemanfaatan material DNA (yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup) untuk
membuat super-mikro prosesor dengan kecepatan berlipat-lipat dari yang
kita lihat saat ini. Singkat cerita, dalam waktu 45 tahun belakangan
ini, dunia disuguhi peningkatan performa teknologi yang belum pernah
terjadi semenjak manusia hidup di gua.
Raymond Kurzweil – seorang ilmuwan, penemu, penulis, sekaligus futurist – menyatakan bahwa kemajuan komputer tak dapat dihindarkan sehingga pada suatu titik akan melampau kecerdasan manusia. Ia menghitung dengan cermat secara ilmiah, bahwa komputer akan mengungguli manusia pada tahun 2045, disebut tahun singularitas. Memang, saat ini otak manusia merupakan satu-satunya sumber kecerdasan alami yang masih lebih unggul ketimbang komputer, namun kecerdasan buatan (disingkat AI, Artificial Intelligence) yang dikembangkan komputer pun kian menyamai kemampuan otak manusia. Misalnya saja robot TOPIO (Tokyo International Robot Exhibition,IREX, 2009), ASIMO (diproduksi oleh HONDA), dan seterusnya.
Menurut Kurzweil, singularitas ini tak dapat dihindari siapapun. Berdasarkan risetnya selama belasan tahun, ia menghitung perkembangan teknologi per tahun yang diukur dari peningkatan berapa MIPS (million instruction per second/jutaan perintah yang dapat dilakukan komputer perdetik) yang dapat kita beli dengan uang 1000 dollar (atau 9 jutaan rupiah). Hasilnya, teknologi ternyata berkembang secara eksponen, bukan linier, sama seperti Hukum Moore yang menyatakan bahwa kecepatan komputer akan meningkat dua kali lipat setiap dua tahun! Ghalibnya lagi, hal ini tidak terpengaruh oleh perang, resesi ekonomi, atau kelaparan sekalipun. Perkembangan AI pada tahun 2045 diperkirakan semilyar kali dari jumlah seluruh kecerdasan umat manusia yang hidup hari ini.
Vernon Vinge dari San Diego State University memiliki ide serupa. Di depan simposium VISION-21 yangdisponsori oleh NASA pada tahun 1993, ia mengajukan thesis mengenai bagaimana manusia hidup di era singularitas. Buku “The Singularity Is Near” (2005) menjadi bestseller di seluruh dunia. Para ilmuwan di berbagai belahan dunia pun mau tak mau mengarah pada hal yang sama, meskipun tak sedikit yang mengkritisi serta menganggapnya sebagai fiksi sains belaka. Namun kenyataannya pemerintah Amerika sendiri cukup memperhatikan fenomena ini. Singularity University, didirikan pada tahun 2008 oleh NASA dan disponsori oleh Google menawarkan studi mengenai singularitas ini. Selain itu, ada pula Singularity Institute for Artificial Intelligence yang bermarkas di San Fransisco. Institut ini – dengan Peter Thiel (mantan CEO PayPal dan investor Facebook) sebagai penasihat – mengadakan konferensi tahunan yang disebut Singularity Summit.
Pada konferensi di bulan Agustus 2010 tahun lalu, peserta konferensi berasal dari berbagai disiplin ilmu dengan pokok bahasan lebih luas dari AI; psikologi, neurologi, biologi, nanoteknologi, bahkan kesehatan dan filsafat. Salah satu tema yang menarik pada konferensi ini adalah mengenai bagaimana memperpanjang usia harapan hidup manusia. Namun, di era singularitas segala sesuatunya mungkin.
Berbagi hipotesis muncul mengenai apa yang akan terjadi dalam 35 tahun ke depan. Kurzweil sendiri meyakini bahwa pada dasawarsa 2020-an umat manusia sudah mampu meningkatkan kemampuan otaknya, bahkan membuat otak sendiri, dengan bantuan komputer tentunya. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemungkinan besar umat manusia akan dapat mensintesis organ-organ tubuhnya menggunakan robot, sehingga mengurangi degenerasi biologis manusia, bahkan membuatnya abadi.
Campuran antara manusia organik dengan robot ini, yang oleh film-film Hollywood disebut sebagai cyborg, secara luas telah menjadi topik menarik bagi fiksi sains. Beberapa futuris justru mempertimbangkan penciptaan superkomputer di mana umat manusia dapat hidup bahagia di dalamnya secara virtual. Mungkin mirip dengan trilogi film “The Matrix” (1999). Di dunia nyata, mengutip artikel di majalah Nature, para ilmuwan pun optimis dapat menunda penuaan dengan ditemukannya enzim telomerase oleh peneliti Harvard Medical School pada bulan November 2010.
Enzim ini bukan saja menunda, melainkan membalik penuaan pada makhluk hidup.
Akan tetapi, ada juga hipotesis kelam singularitas. I.J. Good, seorang matematikawan Inggris, pada tahun 1965 pernah mengemukakan bahwa jika manusia mampu menciptakan mesin ultra-cerdas, maka dengan segera mesin tersebut akan menciptakan mesin ultra-cerdas lainnya dengan kemampuan jutaan kali lipat lebih cerdas. Mesin tersebut pun akan menciptakan mesin lainnya lagi dengan kecerdasan yang tak terbayangkan. Ledakan kecerdasan ini menyebabkan umat manusia menjadi “barang” purba yang – bisa jadi – segera dimusnahkan oleh mesin-mesin cerdas. Ini berarti berakhirnya ras umat manusia.
Raymond Kurzweil – seorang ilmuwan, penemu, penulis, sekaligus futurist – menyatakan bahwa kemajuan komputer tak dapat dihindarkan sehingga pada suatu titik akan melampau kecerdasan manusia. Ia menghitung dengan cermat secara ilmiah, bahwa komputer akan mengungguli manusia pada tahun 2045, disebut tahun singularitas. Memang, saat ini otak manusia merupakan satu-satunya sumber kecerdasan alami yang masih lebih unggul ketimbang komputer, namun kecerdasan buatan (disingkat AI, Artificial Intelligence) yang dikembangkan komputer pun kian menyamai kemampuan otak manusia. Misalnya saja robot TOPIO (Tokyo International Robot Exhibition,IREX, 2009), ASIMO (diproduksi oleh HONDA), dan seterusnya.
Menurut Kurzweil, singularitas ini tak dapat dihindari siapapun. Berdasarkan risetnya selama belasan tahun, ia menghitung perkembangan teknologi per tahun yang diukur dari peningkatan berapa MIPS (million instruction per second/jutaan perintah yang dapat dilakukan komputer perdetik) yang dapat kita beli dengan uang 1000 dollar (atau 9 jutaan rupiah). Hasilnya, teknologi ternyata berkembang secara eksponen, bukan linier, sama seperti Hukum Moore yang menyatakan bahwa kecepatan komputer akan meningkat dua kali lipat setiap dua tahun! Ghalibnya lagi, hal ini tidak terpengaruh oleh perang, resesi ekonomi, atau kelaparan sekalipun. Perkembangan AI pada tahun 2045 diperkirakan semilyar kali dari jumlah seluruh kecerdasan umat manusia yang hidup hari ini.
Vernon Vinge dari San Diego State University memiliki ide serupa. Di depan simposium VISION-21 yangdisponsori oleh NASA pada tahun 1993, ia mengajukan thesis mengenai bagaimana manusia hidup di era singularitas. Buku “The Singularity Is Near” (2005) menjadi bestseller di seluruh dunia. Para ilmuwan di berbagai belahan dunia pun mau tak mau mengarah pada hal yang sama, meskipun tak sedikit yang mengkritisi serta menganggapnya sebagai fiksi sains belaka. Namun kenyataannya pemerintah Amerika sendiri cukup memperhatikan fenomena ini. Singularity University, didirikan pada tahun 2008 oleh NASA dan disponsori oleh Google menawarkan studi mengenai singularitas ini. Selain itu, ada pula Singularity Institute for Artificial Intelligence yang bermarkas di San Fransisco. Institut ini – dengan Peter Thiel (mantan CEO PayPal dan investor Facebook) sebagai penasihat – mengadakan konferensi tahunan yang disebut Singularity Summit.
Pada konferensi di bulan Agustus 2010 tahun lalu, peserta konferensi berasal dari berbagai disiplin ilmu dengan pokok bahasan lebih luas dari AI; psikologi, neurologi, biologi, nanoteknologi, bahkan kesehatan dan filsafat. Salah satu tema yang menarik pada konferensi ini adalah mengenai bagaimana memperpanjang usia harapan hidup manusia. Namun, di era singularitas segala sesuatunya mungkin.
Berbagi hipotesis muncul mengenai apa yang akan terjadi dalam 35 tahun ke depan. Kurzweil sendiri meyakini bahwa pada dasawarsa 2020-an umat manusia sudah mampu meningkatkan kemampuan otaknya, bahkan membuat otak sendiri, dengan bantuan komputer tentunya. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemungkinan besar umat manusia akan dapat mensintesis organ-organ tubuhnya menggunakan robot, sehingga mengurangi degenerasi biologis manusia, bahkan membuatnya abadi.
Campuran antara manusia organik dengan robot ini, yang oleh film-film Hollywood disebut sebagai cyborg, secara luas telah menjadi topik menarik bagi fiksi sains. Beberapa futuris justru mempertimbangkan penciptaan superkomputer di mana umat manusia dapat hidup bahagia di dalamnya secara virtual. Mungkin mirip dengan trilogi film “The Matrix” (1999). Di dunia nyata, mengutip artikel di majalah Nature, para ilmuwan pun optimis dapat menunda penuaan dengan ditemukannya enzim telomerase oleh peneliti Harvard Medical School pada bulan November 2010.
Enzim ini bukan saja menunda, melainkan membalik penuaan pada makhluk hidup.
Akan tetapi, ada juga hipotesis kelam singularitas. I.J. Good, seorang matematikawan Inggris, pada tahun 1965 pernah mengemukakan bahwa jika manusia mampu menciptakan mesin ultra-cerdas, maka dengan segera mesin tersebut akan menciptakan mesin ultra-cerdas lainnya dengan kemampuan jutaan kali lipat lebih cerdas. Mesin tersebut pun akan menciptakan mesin lainnya lagi dengan kecerdasan yang tak terbayangkan. Ledakan kecerdasan ini menyebabkan umat manusia menjadi “barang” purba yang – bisa jadi – segera dimusnahkan oleh mesin-mesin cerdas. Ini berarti berakhirnya ras umat manusia.
1 komentar:
Syukurlah jika begitu?
silakan isi komentar dibawah ini, beri komentar sebagai "anonym" bila tidak memiliki account (blog ini sudah dofollow)
Posting Komentar