CALIFORNIA--Sebuah masjid di timur laut Sacramento baru-baru ini menggelar acara "percomblangan" bagi 48 bujangan Muslim, sebagian adalah mualaf. Caranya, lapor Times Free Press, cukup unik.
Setiap empat menit, bujangan pria berpindah dari satu kursi ke satu kursi lain di sisi kirinya, untuk mengobrol dengan wanita berikutnya di seberang meja. Masing-masing mengambil catatan tentang apakah mereka ingin melanjutkan percakapan atau tidak.
"Menarik, karena dalam agama Islam diharamkan berpacaran dan melakukan seks pranikah," tulis media ini. "Menari, berciuman, dan meminum alkohol juga dilarang."
Menurut media ini, ajang semacam ini kini banyak digelar di pusat-pusat budaya Islam di seluruh negeri. Langkah ini dilakukan untuk membantu profesional Muslim untuk menemukan pasangan hidupnya. Asal tahu saja, menemukan pasangan di AS yang seiman adalah problem tersendiri.
Sementara di sisi lain, ajaran agama menuntut mereka yang sudah siap secara lahir batin untuk segera menikah.
Imam Muhammad Abdul-Azeez dari Sacramento menunjukkan bahwa kaum muda Muslim mulai mencoba untuk bertemu pasangan potensial di perguruan tinggi melalui asosiasi mahasiswa Muslim yang melakukan pekerjaan amal.
"Tak gampang menemukan jodoh yang seide dan seiman di Amerika," kata Azeez yang juga aktivis Sacramento Area League of Associated Muslims, penghajat acara Salam, acara taarif Muslim-Muslimah jomblo di Amerika.
Dalam acara ini, kaum wanita mendominasi. Kebanyakan dari mereka datang dari kalangan profesional. Usia mereka berkisar antara 18 hingga 50 tahun. Beberapa memakai jilbab untuk menutupi kepala mereka, yang lain datang santai mengenakan celana panjang dan tanpa penutup kepala.
Hal ini bisa dimaklumi, kata Azeez, karena laki-laki Muslim diperbolehkan untuk menikahi non-Muslim, sementara wanita tidak. Non-Muslim yang ingin menikahi wanita Muslim harus dikonversi dan proses ini yang memakan waktu berbulan-bulan.
"Kebanyakan dari kami tinggal sendiri, sementara di tempat kerja, kesempatan untuk mendapatkan jodoh seiman sangat terbatas," kata Tanya Ali, seorang konsultan manajemen berusia 34 tahun yang hadir di acara Salam.
Ia menilai, acara semacam Salam jauh lebih baik daripada online dating, katanya. "Setidaknya di sini Anda bisa menyapa seseorang dan Anda tahu persis bagaimana mereka, sehingga Anda bisa mendapatkan gambaran jelas."
Dia bertemu beberapa orang yang menunjukkan minat, keduanya insinyur. "Mari kita lihat apa yang terjadi," katanya.
Insinyur sipil Younes Idrissi, 37 tahun menyambut positif acara ini. Menurutnya, dalam acara ta'aruf ini, ia bisa memilah mana yang bakal cocok menjadi istrinya.
Ia mengakui krisis jodoh bagi Muslim di negaranya. Keluarga Muslim yang tradisional, katanya, cenderung untuk menjodohkan anak-anaknya, yang diprakarsai oleh saudara atau teman dan disepakati oleh orang tua mereka, kata Aziz. "Beberapa pernikahan berakhir pada perceraian."
Konsultan medis Ahmed Abedin, 39 tahun, juga mengaku merasakan manfaat dari acara ini. Ia jauh hari menolak bentuk-bentuk perjodohan yang diatur keluarganya. "Walah risih juga, setiap kali bertemu mereka, saya selalu ditanya tentang kapan akan memberi cucu," ujarnya tersenyum.
Sempat berhubungan dekat dengan seorang perempuan non-Muslim dan kandas, ia beruntung klop dengan seorang Muslimah keturunan Palestina-Amerika.
Red: Siwi Tri Puji BSetiap empat menit, bujangan pria berpindah dari satu kursi ke satu kursi lain di sisi kirinya, untuk mengobrol dengan wanita berikutnya di seberang meja. Masing-masing mengambil catatan tentang apakah mereka ingin melanjutkan percakapan atau tidak.
"Menarik, karena dalam agama Islam diharamkan berpacaran dan melakukan seks pranikah," tulis media ini. "Menari, berciuman, dan meminum alkohol juga dilarang."
Menurut media ini, ajang semacam ini kini banyak digelar di pusat-pusat budaya Islam di seluruh negeri. Langkah ini dilakukan untuk membantu profesional Muslim untuk menemukan pasangan hidupnya. Asal tahu saja, menemukan pasangan di AS yang seiman adalah problem tersendiri.
Sementara di sisi lain, ajaran agama menuntut mereka yang sudah siap secara lahir batin untuk segera menikah.
Imam Muhammad Abdul-Azeez dari Sacramento menunjukkan bahwa kaum muda Muslim mulai mencoba untuk bertemu pasangan potensial di perguruan tinggi melalui asosiasi mahasiswa Muslim yang melakukan pekerjaan amal.
"Tak gampang menemukan jodoh yang seide dan seiman di Amerika," kata Azeez yang juga aktivis Sacramento Area League of Associated Muslims, penghajat acara Salam, acara taarif Muslim-Muslimah jomblo di Amerika.
Dalam acara ini, kaum wanita mendominasi. Kebanyakan dari mereka datang dari kalangan profesional. Usia mereka berkisar antara 18 hingga 50 tahun. Beberapa memakai jilbab untuk menutupi kepala mereka, yang lain datang santai mengenakan celana panjang dan tanpa penutup kepala.
Hal ini bisa dimaklumi, kata Azeez, karena laki-laki Muslim diperbolehkan untuk menikahi non-Muslim, sementara wanita tidak. Non-Muslim yang ingin menikahi wanita Muslim harus dikonversi dan proses ini yang memakan waktu berbulan-bulan.
"Kebanyakan dari kami tinggal sendiri, sementara di tempat kerja, kesempatan untuk mendapatkan jodoh seiman sangat terbatas," kata Tanya Ali, seorang konsultan manajemen berusia 34 tahun yang hadir di acara Salam.
Ia menilai, acara semacam Salam jauh lebih baik daripada online dating, katanya. "Setidaknya di sini Anda bisa menyapa seseorang dan Anda tahu persis bagaimana mereka, sehingga Anda bisa mendapatkan gambaran jelas."
Dia bertemu beberapa orang yang menunjukkan minat, keduanya insinyur. "Mari kita lihat apa yang terjadi," katanya.
Insinyur sipil Younes Idrissi, 37 tahun menyambut positif acara ini. Menurutnya, dalam acara ta'aruf ini, ia bisa memilah mana yang bakal cocok menjadi istrinya.
Ia mengakui krisis jodoh bagi Muslim di negaranya. Keluarga Muslim yang tradisional, katanya, cenderung untuk menjodohkan anak-anaknya, yang diprakarsai oleh saudara atau teman dan disepakati oleh orang tua mereka, kata Aziz. "Beberapa pernikahan berakhir pada perceraian."
Konsultan medis Ahmed Abedin, 39 tahun, juga mengaku merasakan manfaat dari acara ini. Ia jauh hari menolak bentuk-bentuk perjodohan yang diatur keluarganya. "Walah risih juga, setiap kali bertemu mereka, saya selalu ditanya tentang kapan akan memberi cucu," ujarnya tersenyum.
Sempat berhubungan dekat dengan seorang perempuan non-Muslim dan kandas, ia beruntung klop dengan seorang Muslimah keturunan Palestina-Amerika.
Sumber: Times Free Press
via http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/01/19/159484-inilah-percomblangan-ala-muslim-amerika
0 komentar:
silakan isi komentar dibawah ini, beri komentar sebagai "anonym" bila tidak memiliki account (blog ini sudah dofollow)
Posting Komentar